Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak
tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani
oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama
tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati
oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang
Disempurnakan.
Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden
No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa
Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru
bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul
"Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan".
Pada tanggal 12 Oktober
1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.
Setelah
itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan
sebelumnya adalah:
• 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
• 'dj' menjadi 'j' :
djarak → jarak
• 'oe' menjadi 'u' : oemoem -> umum
• 'j' menjadi 'y' :
sajang → sayang
• 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
• 'sj' menjadi 'sy'
: sjarat → syarat
• 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
• awalan 'di-' dan
kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah",
"di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli,
dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
EYD
mencakup penggunaan dalam 12 hal, yaitu penggunaan huruf besar (kapital), tanda
koma, tanda titik, tanda seru, tanda hubung, tanda titik koma, tanda tanya,
tanda petik, tanda titik dua, tanda kurung, tanda elipsis, dan tanda garis
miring.
1. Penggunaan Huruf Besar atau Huruf Kapital
a. Huruf pertama kata
ganti "Anda"
- Ke mana Anda mau pergi Bang Toyib?
- Saya sudah menyerahkan
uang itu kepada Anda setahun yang lalu untuk dibelikan PS3.
b. Huruf
pertama pada awal kalimat.
- Ayam kampus itu sudah ditertibkan oleh aparat
pada malam jumat kliwon kemarin.
- Anak itu memang kurang ajar.
- Sinetron
picisan itu sangat laku dan ditonton oleh jutaan pemirsanya sedunia.
c.
Huruf pertama unsur nama orang
- Yusuf Bin Sanusi
- Albert Mangapin
Sidabutar
- Slamet Warjoni Jaya Negara
d. Huruf pertama untuk penamaan
geografi
- Bunderan Senayan
- Jalan Kramat Sentiong
- Sungai
Ciliwung
e. Huruf pertama petikan langsung
- Pak kumis bertanya, "Siapa
yang mencuri jambu klutuk di kebunku?"
- Si panjul menjawab, "Aku tidak
Mencuri jambu klutuk, tetapi yang kucuri adalah jambu monyet".
- "Ngemeng aja
lu", kata si Ucup kepada kawannya si Maskur.
f. Huruf pertama nama
jabatan atau pangkat yang diikuti nama orang atau instansi.
- Camat
Pesanggrahan
- Profesor Zainudin Zidane Aliudin
- Sekretaris Jendral
Departemen Pendidikan Nasional
g. Huruf Pertama pada nama Negara,
Pemerintahan, Lembaga Negara, juga Dokumen (kecuali kata dan).
- Mahkamah
Internasional
- Republik Rakyat Cina
- Badan Pengembang Ekspor
Nasional
2. Tanda Koma (,)
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur
dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
• Saya membeli kertas,
pena, dan tinta.
• Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan
perangko.
• Satu, dua, ... tiga!
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan
kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata
seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
• Saya ingin datang, tetapi hari
hujan.
• Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
c. Tanda koma
dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
• Kalau hari hujan, saya tidak
akan datang.
• Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
d. Tanda koma tidak
dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
• Saya tidak akan datang kalau
hari hujan.
• Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
• Dia tahu bahwa soal
itu penting.
e. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena
itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
• ... Oleh
karena itu, kita harus berhati-hati.
• ... Jadi, soalnya tidak semudah
itu.
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
•
O, begitu?
• Wah, bukan main!
• Hati-hati, ya, nanti jatuh.
g.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat. Misalnya:
• Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
• "Saya gembira
sekali," kata Ibu, "karena kamu lulus."
h. Tanda koma dipakai di antara
(i) nama dan alamat,
(ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan
tanggal, dan
(iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.
Misalnya:
• Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
•
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
• Surabaya, 10 mei 1960
• Kuala
Lumpur, Malaysia
i. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang
dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:
• Alisjahbana, Sutan
Takdir. 1949 Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT
Pustaka Rakjat.
j. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam
catatan kaki. Misalnya:
• W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk
Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
k. Tanda
koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya:
• B.
Ratulangi, S.E.
• Ny. Khadijah, M.A.
l. Tanda koma dipakai di muka
angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
• 12,5 m
• Rp12,50
m. Tanda koma dipakai untuk mengapit
keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya
• Guru saya, Pak
Ahmad, pandai sekali.
• Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang
laki-laki yang makan sirih.
• Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang
perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
Bandingkan dengan
keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
• Semua siswa
yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
n. Tanda koma dapat
dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada
awal kalimat. Misalnya:
• Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita
memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
• Atas bantuan Agus, Karyadi
mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
• Kita memerlukan sikap
yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.
• Karyadi
mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
o. Tanda koma tidak dipakai untuk
memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat
jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya:
• "Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim.
• "Berdiri lurus-lurus!"
perintahnya.
3. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir
kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
• Ayahku tinggal di
Solo.
• Biarlah mereka duduk di sana.
• Dia menanyakan siapa yang akan
datang.
• Hari ini tanggal 6 April 1973.
• Marilah kita mengheningkan
cipta.
• Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.
b. Tanda
titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar. Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negri
A. Direktorat Jendral
Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jendral Agraria
b. 1. Patokan
Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2
Tabel
1.2.3 Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di
belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf
itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
c. Tanda titik
dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
• pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d. Tanda
titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
jangka waktu. Misalnya:
• 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
•
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
• 0.0.30 jam (30 detik)
e. Tanda
titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan
tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
• Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai
Poestaka.
f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya.
Misalnya:
• Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
• Gempa
yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
Tanda titik tidak dipakai untuk
memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
• Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
• Lihat halaman 2345 dan
seterusnya.
• Nomor gironya 5645678.
g. Tanda titik tidak dipakai pada
akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan
sebagainya. Misalnya:
• Acara Kunjungan Adam Malik
• Bentuk dan
Kedaulatan (Bab I UUD'45)
• Salah Asuhan
h. Tanda titik tidak dipakai
di belakang
(1) alamat pengirim dan tanggal surat atau
(2) nama dan
alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82
Jakarta (tanpa
titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa
titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa
titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71
(tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
4. Tanda Seru (!)
Tanda
seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
• Alangkah seramnya peristiwa itu!
• Bersihkan kamar itu
sekarang juga!
• Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan
anak-istrinya!
• Merdeka!
5.Tanda Hubung (–)
a. Tanda hubung
menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris. Misalnya:
• Di samping cara-cara lama itu ada ju-
ga cara yang baru.
Suku
kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal
baris.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah
disampaikan ....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak
....
atau
Beberapa pendapat mengenai masalah
itu telah disampaikan
....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak
....
bukan
Beberapa pendapat mengenai masalah i-
tu telah disampaikan
....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-
u beranjak ....
b.
Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran
dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
• Kini
ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas.
• Kukuran baru ini memudahkan
kita me-
ngukur kelapa.
• Senjata ini merupakan alat pertahan-
an yang
canggih.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja
pada pangkal baris.
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata
ulang.
Misalnya:
• anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.
Angka 2
sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak
dipakai pada teks karangan.
d. Tanda hubung menyambung huruf kata yang
dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
e. Tanda hubung boleh dipakai untuk
memperjelas
(i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii)
penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:
• ber-evolusi
• dua puluh
lima-ribuan (20 x 5000)
• tanggung jawab-dan
kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
• be-revolusi
•
dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25000)
• tanggung jawab dan kesetiakawanan
social
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan
(i) se- dengan kata
berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
(ii) ke- dengan angka,
(iii)
angka dengan -an,
(iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata,
dan
(v) nama jabatan rangkap
Misalnya
• se-Indonesia, se-Jawa Barat,
hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri-Sekretaris
Negara
g. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia
dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash,
pen-tackle-an
6. Tanda Titik Koma (;)
a. Tanda titik
koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan
setara. Misalnya:
• Malam makin larut; pekerjaan belum selesai
juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung
untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya:
•
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik
menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran
"Pilihan Pendengar".
7. Tanda Tanya (?)
a. Tanda tanya dipakai
pada akhir tanya. Misalnya:
• Kapan ia berangkat?
• Saudara tahu,
bukan?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan
bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta
rupiah (?) hilang.
8. Tanda Petik ("...")
a. Tanda
petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau
bahan tertulis lain. Misalnya:
• "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu
sebentar!"
• Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa
Indonesia."
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku
yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:
• Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari
Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
• Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul
"Rapor dan Nilai Prestasi di SMA" diterbitkan dalam Tempo.
• Sajak "Berdiri
Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
c. Tanda petik mengapit istilah
ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya:
•
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
• Ia bercelana
panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".
d. Tanda
petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan
langsung.
Misalnya:
• Kata Tono, "Saya juga minta satu."
e. Tanda
baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik
yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung
kalimat atau bagian kalimat. Misalnya:
• Karena warna kulitnya, Budi
mendapat julukan "Si Hitam".
• Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia
sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan
tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah
atas baris.
9. Tanda Titik Dua (:)
a. Tanda titik dua dapat
dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau
pemerian. Misalnya:
• Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga:
kursi, meja, dan lemari.
• Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan
itu: hidup atau mati.
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau
perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan Misalnya:
• Kita
memerlukan kursi, meja, dan lemari.
• Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi
Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.
b. Tanda titik dua dipakai
sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a.
Ketua
Sekretaris
Bendahara :
:
: Ahmad Wijaya
S. Handayani
B.
Hartawan
b. Tempat Sidang
Pengantar Acara
Hari
Waktu
:
:
:
: Ruang 104
Bambang S.
Senin
09.30
c. Tanda
titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor
ini, Mir!"
Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : "Jangan
lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)
d. Tanda titik dua
dipakai:
(i) di antara jilid atau nomor dan halaman,
(ii) di antara bab
dan ayat dalam kitab suci,
(iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan, serta
(iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam
karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9
Karangan
Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro,
Sutomo, Tjukupkah Saudara membina Bahasa Persatuan Kita?, Djakarta: Eresco,
1968.
10. Tanda Kurung ((...))
a. Tanda kurung mengapit
keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
• Bagian Perencanaan sudah selesai
menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
b. Tanda kurung mengapit
keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya:
• Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama
tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
• Keterangan itu
(lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam
negeri.
c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam
teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
• Kata cocaine diserap ke dalam bahasa
Indonesia menjadi kokain(a).
• Pejalan kaki itu berasal dari (kota)
Surabaya.
d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu
urutan keterangan.
Misalnya:
• Faktor produksi menyangkut masalah (a)
alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
11. Tanda
Elipsis (...)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang
terputus-putus.
Misalnya:
• Kalau begitu ... ya, marilah kita
bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah
ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
• Sebab-sebab kemerosotan ... akan
diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri
sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai
penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam
tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....
12. Tanda Garis
Miring (/)
a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada
alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun
takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
tahun anggaran
1985/1986
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau,
tiap.
Misalnya:
dikirimkan lewat darat/laut (dikirimkan lewat darat atau
laut)
harganya Rp25,00/lembar (harganya Rp25,00 tiap lembar)
Sumber : http://keranggan.blogspot.com/2009/12/ejaan-yang-disempurnakan-eyd.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar